Headlines News :
Home » » Al-Ghazali (Tasawuf dan Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama)

Al-Ghazali (Tasawuf dan Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama)

Written By Unknown on Kamis, 06 Desember 2012 | 18.31

Nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin at-Thusi al-Ghazali. Lahir pada tahun 450 H./1058 M. 1 Beliau lahir di desa Ghazalah, di Thus, sebuah kota di Persia dari keluarga yang religius. Ayahnya Muhammad, diluar kesibukannya sebagai seorang pemintal dan pedagang kain wol, senantiasa menghadiri majelis-majelis yang diselenggarakan oleh alim ulama. Al-Ghazali mempunyai saudara laki-laki yang bernama Abu al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad at-Thusi al-Ghazali, yang dikenalkan dengan julukan Majduddin (W.520 H). Keduanya menjadi ulama besar. Hanya saja, Majduddin lebih cenderung kepada kegiatan dakwah dibanding al-Ghazali yang menjadi seorang penulis dan pemikir. 2
Pendidikan al-Ghazali di masa kanak-kanak berlangsung di kampung halamannya. Setelah ayahnya wafat, ia dan saudaranya dididik oleh seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh mereka. Yaitu Ahmad bin Muhammad ar-Razikani ath-Thusi, ahli tasawuf dan fiqh dari Thus. Mula-Mula sufi ini mendidik mereka secara langsung. Namun, setelah harta mereka habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka dimasukkan ke sebuah madrasah di Thus.
Nama madrasah ini tidak pernah disebut oleh al-Ghazali maupun oleh para penulis geografinya. Madrasah ini memberikan para pelajar pakaian dan makanan secara cuma-cuma. Santunan dan fasilitas yang disediakan oleh madrasah itu sempat menjadi tujuan al-Ghazali dalam menuntut ilmu. Kemudian sufi itu menyadarkan al-Ghazali bahwa tujuan menuntut ilmu bukanlah untuk mencari penghidupan, melainkan semata-mata untuk mencari keridhaan Allah Swt. dan mencapai pengetahuan tentang Allah Swt. secara benar. Di madrasah inilah al-Ghazali mula-mula belajar fiqh.
Setelah mempelajari dasar-dasar fiqh di kampung halamannya, ia merantau ke Jurjan, sebuah kota di Persia yang terletak di antara kota Tabristan dan Nisabur. Di Jurjan ia memperluas wawasannya tentang fiqh dengan berguru kepada seorang faqih yang bernama Abu al-Qasim Ismail bin Mus’idah al-Ismaili (Imam Abu Nashr al-Ismaili). 3
Setelah kembali ke Thus, al-Ghazali berangkat lagi ke Nisabur. Di sana ia belajar kepada Imam Abu al-Ma’ali al-Juwaini dalam ilmu fiqh, ilmu debat, mantik, filsafat, dan ilmu kalam. Dengan perantara al-Juwaini inilah al-Ghazali berkenalan dengan Nizham al-Mulk, Perdana Menteri Sultan Saljuk Maliksyah. Nizham al-Mulk adalah pendiri dari madrasah-madrasah al-Nizhamiah. Di Tahun 1091 M, al-Ghazali diangkat menjadi guru di madrasah al-Nizhamiah Bagdad. 4
Sementara itu, al-Ghazali juga belajar tasawuf pada dua orang sufi, yaitu Imam Yusuf an-Nassaj dan Imam Abu Ali al-Fadl bin Muhammad bin Ali al-Farmasi ath-Thusi. Ia juga belajar hadis kepada banyak ulama hadis, seperti Abu Sahal Muhammad bin Ahmad al-Hafsi al-Marwazi, Abu al-Fath Nashr bin Ali bin Ahmad al-Hakimi ath –Thusi, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad al-Khuwari, Muhammad bin Yahya bin Muhammad as-Sujja’i Az-Zauzani, al-Hafizh Abu al-Fityan Umar bin Abi al-Hasan, ar-Ru’asi ad-Dahistani dan Nashr bin Ibrahim al-Magdisi.5
Setelah al-Juwaini meninggal dunia, al-Ghazali mengunjungi tempat kediaman seorang wasir (menteri) pada masa pemerintahan Sultan ‘Adud ad-Daulah Alp Arsalan (455 H/ 1063 M – 465 H/ 1072 M) dan Jalal ad-Daulah Malik Syah (465 H/ 1072 M – 485 H/ 1092 M) dari Dinasti Salajikah di al-‘Askar, sebuah kota di Persia. Kediaman wazir ini merupakan sebuah majelis pengajian, tempat ulama bertukar pikiran. Wazir kagum terhadap pandangan-pandangan al-Ghazali, sehingga ia diminta untuk mengajar di Madrasah Nizhamiah Bagdad yang didirikan oleh wazir sendiri. Al-Ghazali mengajar di Bagdad pada tahun 484 H.
Kemudian ia pindah ke Palestina dan di sinipun ia tetap merenung, membaca dan menulis dengan mengambil tempat di Masjid Bait al-Magdis. Sesudah itu tergerakkan hatinya untuk menjalankan ibadah haji, dan setelah selesai ia pulang ke negeri kelahirannya sendiri, yaitu kota Thus, dan di sana ia tetap seperti biasanya berkhalwat dan beribadah.
Keadaan tersebut berlangsung selama sepuluh tahun, sejak kepindahannya ke Damascus. Dan dalam masa ini ia menulis buku-bukunya yang terkenal, antara lain Ihya ‘Ulumuddin.
Karena desakan penguasa masanya, yaitu Muhammad saudara Barkiyar, al-Ghazali mau kembali mengajar di sekolah Nizhamiah Nisabur pada tahun 499 H. Akan tetapi pekerjaannya ini hanya berlangsung dua tahun, untuk akhirnya beliau kembali ke kota Thus lagi, dimana ia kemudian mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah biara (Khanqah) untuk para mutasawwifin. Dan di kota ini pula ia meninggal dunia.6 Yaitu tepatnya pada hari Senin bulan Jumadil Akhir tahun 505 H.7
Dalam sepanjang hidupnya, al-Ghazali banyak menulis buku dalam berbagai disiplin ilmu, antara lain:8
  1. Tentang akhlak dan tasawuf: Ihya’ ‘Ulumuddin (menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), Minhaj al-‘Abidin (Jalan orang-orang beribadah) Kimia as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykat al-Anwar (Sumber Cahaya), dan lain-lain.
  2. Tentang fiqh: al-Basith (Yang Sederhana), al-Wasith (Yang Pertengahan), al-Wajiz (Yang Ringkas), dan lain-lain.
  3. Tentang ushul fiqh: Tahdzib al-Ushul (Elaborasi terhadap Ilmu Ushul Fiqh), al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul (Pilihan yang Tersaring dari Noda-noda Ushul Fiqh), al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul (Pilihan dari Ilmu Ushul Fiqh), dan lain-lain.
  4. Tentang Filsafat: Maqashid al-Falasifah (Tujuan Para Filosof), Tahafut al-Falasifah (Kekacauan Para Filosof), dan Mizan al-Amal (Timbangan Amal).
  5. Tentang Ilmu Kalam: al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Kesederhanaan dalam Beriktikad), Faishal at-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah (Garis Pemisah antara Islam dan Kezindikan).
  6. Tentang ilmu al-Qur’an: Jawahir al-Qur’an (Mutiara-mutiara al-Qur’an) dan Yaqut at-Ta’wil fi Tafsir at-Tanzil (Permata Ta’wil dalam Menafsirkan al-Qur’an).
Di kalangan umat Islam al-Ghazali mempunyai pengaruh yang sangat besar. Sehingga menurut pandangan orang-orang ketimuran (orientalis), agama Islam yang digambarkan oleh kebanyakan kaum muslimin berpangkal pada konsepsi al-Ghazali.
Menurut D.B. Mac Donald, untuk dunia Islam al-Ghazali telah dan menjadi tokoh yang terbesar, sama dengan kedudukan Agustinus atau Aquinas untuk dunia Kristen.9 



DAFTAR PUSTAKA 
1Abu al-Faraj Abdur Rahman ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn al-jauzi, al-Muntazham fi Tarikh al-Umam wa al-Muluk ; Juz XVII, Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992, hlm. 505.
2Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid II, Jakarta ; PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 404.
3Ibid., hlm. 404
4Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973, hlm. 41
5 Dahlan Abdul Aziz, loc.cit.
6 A. Hanafi, Pengantar Theologi Islam, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, Cet. Ke-6, 1995, hlm. 114-115.
7 Abi al-Faraj Abdur Rahman ibn Ali ibn Muhammad ibn al-Jauzi, op. cit., hlm. 127.
8 Dahlan Abdul Aziz, op. cit., hlm. 406.
9 A. Hanafi, op. cit., hlm. 115.

Dokumen dari:
Rumah Pendidikan Sciena Madani
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Radio NU Online

ANSORUNA - Ikhtiar Melawan Lupa

×

Popular Posts

PAC GP ANSOR GENUK



 
Support : Warta Madani | Sciena Madani | Ansoruna
Proudly powered by PAC GP Ansor Genuk Semarang
Copyright © 2011. Ansoruna - GP Ansor Genuk Semarang - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template