Nama
lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin at-Thusi
al-Ghazali. Lahir pada tahun 450 H./1058 M. 1
Beliau lahir di desa Ghazalah, di Thus, sebuah kota di Persia dari
keluarga yang religius. Ayahnya Muhammad, diluar kesibukannya
sebagai seorang pemintal dan pedagang kain wol, senantiasa menghadiri
majelis-majelis yang diselenggarakan oleh alim ulama. Al-Ghazali
mempunyai saudara laki-laki yang bernama Abu al-Futuh Ahmad bin
Muhammad bin Muhammad at-Thusi al-Ghazali, yang dikenalkan dengan
julukan Majduddin (W.520 H). Keduanya menjadi ulama besar. Hanya
saja, Majduddin lebih cenderung kepada kegiatan dakwah dibanding
al-Ghazali yang menjadi seorang penulis dan pemikir. 2
Pendidikan
al-Ghazali di masa kanak-kanak berlangsung di kampung halamannya.
Setelah ayahnya wafat, ia dan saudaranya dididik oleh seorang sufi
yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh mereka. Yaitu Ahmad
bin Muhammad ar-Razikani ath-Thusi, ahli tasawuf dan fiqh dari Thus.
Mula-Mula sufi ini mendidik mereka secara langsung. Namun, setelah
harta mereka habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka
dimasukkan ke sebuah madrasah di Thus.
Nama
madrasah ini tidak pernah disebut oleh al-Ghazali maupun oleh para
penulis geografinya. Madrasah ini memberikan para pelajar pakaian dan
makanan secara cuma-cuma. Santunan dan fasilitas yang disediakan oleh
madrasah itu sempat menjadi tujuan al-Ghazali dalam menuntut ilmu.
Kemudian sufi itu menyadarkan al-Ghazali bahwa tujuan menuntut ilmu
bukanlah untuk mencari penghidupan, melainkan semata-mata untuk
mencari keridhaan Allah Swt. dan mencapai pengetahuan tentang Allah
Swt. secara benar. Di madrasah inilah al-Ghazali mula-mula belajar
fiqh.
Setelah
mempelajari dasar-dasar fiqh di kampung halamannya, ia merantau ke
Jurjan, sebuah kota di Persia yang terletak di antara kota Tabristan
dan Nisabur. Di Jurjan ia memperluas wawasannya tentang fiqh dengan
berguru kepada seorang faqih yang bernama Abu al-Qasim Ismail bin
Mus’idah al-Ismaili (Imam Abu Nashr al-Ismaili). 3
Setelah
kembali ke Thus, al-Ghazali berangkat lagi ke Nisabur. Di sana ia
belajar kepada Imam Abu al-Ma’ali al-Juwaini dalam ilmu fiqh, ilmu
debat, mantik, filsafat, dan ilmu kalam. Dengan perantara al-Juwaini
inilah al-Ghazali berkenalan dengan Nizham al-Mulk, Perdana Menteri
Sultan Saljuk Maliksyah. Nizham al-Mulk adalah pendiri dari
madrasah-madrasah al-Nizhamiah. Di Tahun 1091 M, al-Ghazali diangkat
menjadi guru di madrasah al-Nizhamiah Bagdad. 4
Sementara
itu, al-Ghazali juga belajar tasawuf pada dua orang sufi, yaitu Imam
Yusuf an-Nassaj dan Imam Abu Ali al-Fadl bin Muhammad bin Ali
al-Farmasi ath-Thusi. Ia juga belajar hadis kepada banyak ulama
hadis, seperti Abu Sahal Muhammad bin Ahmad al-Hafsi al-Marwazi, Abu
al-Fath Nashr bin Ali bin Ahmad al-Hakimi ath –Thusi, Abu Muhammad
Abdullah bin Ahmad al-Khuwari, Muhammad bin Yahya bin Muhammad
as-Sujja’i Az-Zauzani, al-Hafizh Abu al-Fityan Umar bin Abi
al-Hasan, ar-Ru’asi ad-Dahistani dan Nashr bin Ibrahim al-Magdisi.5
Setelah
al-Juwaini meninggal dunia, al-Ghazali mengunjungi tempat kediaman
seorang wasir (menteri) pada masa pemerintahan Sultan ‘Adud
ad-Daulah Alp Arsalan (455 H/ 1063 M – 465 H/ 1072 M) dan Jalal
ad-Daulah Malik Syah (465 H/ 1072 M – 485 H/ 1092 M) dari Dinasti
Salajikah di al-‘Askar, sebuah kota di Persia. Kediaman wazir ini
merupakan sebuah majelis pengajian, tempat ulama bertukar pikiran.
Wazir kagum terhadap pandangan-pandangan al-Ghazali, sehingga ia
diminta untuk mengajar di Madrasah Nizhamiah Bagdad yang didirikan
oleh wazir sendiri. Al-Ghazali mengajar di Bagdad pada tahun 484 H.
Kemudian
ia pindah ke Palestina dan di sinipun ia tetap merenung, membaca dan
menulis dengan mengambil tempat di Masjid Bait al-Magdis. Sesudah itu
tergerakkan hatinya untuk menjalankan ibadah haji, dan setelah
selesai ia pulang ke negeri kelahirannya sendiri, yaitu kota Thus,
dan di sana ia tetap seperti biasanya berkhalwat dan beribadah.
Keadaan
tersebut berlangsung selama sepuluh tahun, sejak kepindahannya ke
Damascus. Dan dalam masa ini ia menulis buku-bukunya yang terkenal,
antara lain Ihya ‘Ulumuddin.
Karena
desakan penguasa masanya, yaitu Muhammad saudara Barkiyar, al-Ghazali
mau kembali mengajar di sekolah Nizhamiah Nisabur pada tahun 499 H.
Akan tetapi pekerjaannya ini hanya berlangsung dua tahun, untuk
akhirnya beliau kembali ke kota Thus lagi, dimana ia kemudian
mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah biara
(Khanqah) untuk para mutasawwifin. Dan di kota ini pula ia meninggal
dunia.6
Yaitu tepatnya pada hari Senin bulan Jumadil Akhir tahun 505 H.7
Dalam
sepanjang hidupnya, al-Ghazali banyak menulis buku dalam berbagai
disiplin ilmu, antara lain:8
- Tentang akhlak dan tasawuf: Ihya’ ‘Ulumuddin (menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), Minhaj al-‘Abidin (Jalan orang-orang beribadah) Kimia as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan), Misykat al-Anwar (Sumber Cahaya), dan lain-lain.
- Tentang fiqh: al-Basith (Yang Sederhana), al-Wasith (Yang Pertengahan), al-Wajiz (Yang Ringkas), dan lain-lain.
- Tentang ushul fiqh: Tahdzib al-Ushul (Elaborasi terhadap Ilmu Ushul Fiqh), al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul (Pilihan yang Tersaring dari Noda-noda Ushul Fiqh), al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul (Pilihan dari Ilmu Ushul Fiqh), dan lain-lain.
- Tentang Filsafat: Maqashid al-Falasifah (Tujuan Para Filosof), Tahafut al-Falasifah (Kekacauan Para Filosof), dan Mizan al-Amal (Timbangan Amal).
- Tentang Ilmu Kalam: al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Kesederhanaan dalam Beriktikad), Faishal at-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah (Garis Pemisah antara Islam dan Kezindikan).
- Tentang ilmu al-Qur’an: Jawahir al-Qur’an (Mutiara-mutiara al-Qur’an) dan Yaqut at-Ta’wil fi Tafsir at-Tanzil (Permata Ta’wil dalam Menafsirkan al-Qur’an).
Di
kalangan umat Islam al-Ghazali mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Sehingga menurut pandangan orang-orang ketimuran (orientalis), agama
Islam yang digambarkan oleh kebanyakan kaum muslimin berpangkal pada
konsepsi al-Ghazali.
Menurut
D.B. Mac Donald, untuk dunia Islam al-Ghazali telah dan menjadi tokoh
yang terbesar, sama dengan kedudukan Agustinus atau Aquinas untuk
dunia Kristen.9
DAFTAR PUSTAKA
1Abu
al-Faraj Abdur Rahman ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn al-jauzi,
al-Muntazham fi Tarikh al-Umam wa al-Muluk ; Juz XVII, Beirut
: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992, hlm. 505.
2Dahlan
Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid II, Jakarta ; PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 404.
3Ibid.,
hlm. 404
4Harun
Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973, hlm. 41
5 Dahlan
Abdul Aziz, loc.cit.
6 A.
Hanafi, Pengantar Theologi Islam, Jakarta: PT. Al-Husna
Zikra, Cet. Ke-6, 1995, hlm. 114-115.
7 Abi
al-Faraj Abdur Rahman ibn Ali ibn Muhammad ibn al-Jauzi, op.
cit., hlm. 127.
8 Dahlan
Abdul Aziz, op. cit., hlm. 406.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !