Kesempurnaan pribadi nerupakan tujuan hakiki umat manusia pada umumnya.
Karena manusia yang kaffah yaitu manusia di dalam keyakinannya tak
luntur oleh gejolak jiwa dunia, selalu memegang teguh pendirianya pada
agama Islam. Manusia sempurna (insan kamil), dapat tercapai jika ia
selalu bertakwa kepada Allah dengan seyakin-yakinnya takwa dan matipun
dalam keadaan beriman kepada Allah.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali Imran Ayat 120)
Orang yang beriman mereka yang benar-benar menjalankan semua perintah dan menjahui segala yang di larang serta ia mampu mewujudkan keyakinannya dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang ma’ruf, karena orang-orang yang beruntung adalah mereka yang mengerjakan amal salih.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”. (Al Bayyinah Ayat 7)
Iman berarti berkeyakinan diri dari dalam hati bahwa di dalam kekuatan batin dan jiwanya mengakui Tuhan yang satu, mengucapkan dalam lisan dan mampu mempertanggung jawabkan semua keyakinannya hanya untuk Tuhan yang esa serta mengamalkannya. Dalam menjalankan perbuatan disegala hal yang ia lakukan berkeyakinan bahwa setiap desah nafas dan langkah kaki ada yang mengatur dan dari iman itu bahwa ia selalu di awasi oleh Allah yang maha melihat dan mendengar.
Sesungguhnya iman merupakan prinsip dasar bagi seseorang tak ada yang mendefinisikannya secara benar. Kalau merujuk dari al Qur’an kata iman selalu di persandingkan dengan kata lain semisal: beriman kepada Allah dan hari akhir, berbuat kebaikan, mencegah perbuatan mungkar, beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para nabi, berzakat, mendirikan sholat, menepati janji dll. Mereka itulah yang di sebut orang-orang yang beriman.
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. (Al Baqarah Ayat 3)
Kesalehan berasal dari kata “Salih” mempunyai arti hal yang baik atau bagus lawan kata dari “fasad” (buruk atau rusak). Menurut pakar linguistik dari Jepang Toshihiko Izutsu, meyatakan hubungan sematik yang menyatukan antara salih dan iman selalu bersama sama dan tak terpisahkan, jadi salih adalah keimanan yang sepenuhnya terwujud dalam perilaku dan sikap lahir dan batin. Jadi pada dasarnya ketika seseorang melaksanakan keyakinannya yang di perintahkan Ilahi Rabbi berarti patut disebut orang yang salih.
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu Sesungguhnya kamipun menunggu (pula)”. (Al An’aam Ayat 158)
Intelektual menurut Gramsci dalam bukunya “Selection From Prison Notebook” (1978) adalah semua manusia adalah intelektual akan tetapi tidak semua manusia di masyarakat memiliki peran dan fungsi intelektual. Sedangkan menurut Julien Benda (1867-1956) dalam karyanya “La Trahison Des Cleres”, mengatakan intelektual dengan kata cendekiawan yaitu orang yang kegiatannya utamanya bukanlah mengejar tujuan praktis, akan tetapi yang mencari kegembiraan dalam mengelola seni, ilmu atau renungan metafisik, merekalah orang yang moralis yang semua kegiatanya melakukan perlawanan terhadap realisme masa.
Lain halnya dengan Edwar W Said dalam bukunya “The Representation Of Intellectual”, merumuskan intelektual sebagai individu yang dikaruniai bakat untuk mempresentasikan pesan, pandangan, sikap atau filsafat kepada publik serta intelektual adalah seseorang yang bertalenta mengkomunikasikan ide emansipatoris dan mencerahkan.
Dari definisi di atas dapat di ambil suatu pemahaman sederhananya, intelektual merupakan orang yang mampu berperan di masyarakat dan mempunyai fungsi untuk memberikan progresifitas untuk menjadi yang terbaik sesuai sikap dan perilaku atas keyakinan yang telah di syariatkan oleh Allah.
Pribadi kesalehan inteletual, jika seseorang di timpa musibah ia mampu menerima dengan lapang dada dan ikhlas menerima keadaan yang diujikan Allah kepada hambanya. Setiap musibah, pasti Allah akan memberikan kenaikan derajat dan dengan musibah itulah dosa seseorang yang yakin di jalannya akan di hapus dan diampuni.
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”. (Al Huud Ayat 11)
Pada dasarnya setiap bencana dan sesuatu yang tidak menyenangkan yang di turunkan oleh Allah, itu bukanlah laknat dan juga bukan murka Allah begitu juga nikmat Allah yang di berikan hambanya. Setiap manusia akan di uji sesuai kemampuan manusia itu sendiri, sebaliknya pula musibah juga di tujukan kepada setiap nabi seperti nabi Ayub yang harus menelan pil pahit karena harus di asingkan gara-gara penyakit kulitnya, Ibrahim yang di baker oleh Firaun, Sulaiman yang harus di sembelih.
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, Kemudian kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (Al An’aam Ayat 42)
Kaum intelektual bukanlah orang yang selalu berfoya-foya dengan kenikmatan, mencari hiburan semata, menjajah orang lain yang tertimpa kesengsaraan, tidak mempunyai sikap menghormati. Semua yang ada di dunia adalah cobaan, wajib bagi kita untuk mengemban amanah ini sebagai titipan yang harus di jaga dengan baik dan memberikan segala sesutu sesuai dengan kiblat yang kita yakini.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah Ayat 214)
Simbol kesalehan intelektual jika kesucian spiritual pribadi mampu pada taraf hakekat selalu bermunajat dan merenungi segala perbuatan yang ia lakukan. Manusia merupakan mahluk yang di bekali kekuatan pikiran dan hati. Jika seseorang mampu memposisikan potensinya ia akan hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat, maka janganlah kamu tenggelam pada kekuatan setan yang selalu ada di sekitar kita.
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup”. (Al Alaq Ayat 6-7)
Manusia pada umumnya ketika ia di berikan berupa kenikmatan baik harta, kesehatan, umur ia akan berubah menjadi orang yang sombong (takabur). Mengangap semua yang ia dapatkan adalah hasil kerja kerasnya dan mengangap dirinya yang paling baik. Semua adalah kebodohan jika seseorang hanya terpaku pada materi secara lahirnya saja. Jika seseorang ingin menjadi yang terbaik ia juga harus berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan apa yang ia inginkan dan harapkan.
Maka janganlah merindukan emas jatuh ke bumi, dan selalu bertegang teguhlah pada tali Allah berupa agama Islam yang diridhoi.
.“Untuk kemenangan serupa Ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja”. (Ash Shaaffaat Ayat 61
Pada diri setiap manusia ada kedengkian dan iri hati, seyogyanya marilah kita menjaga diri kita dalam hal kebaikan dan memberikan pendidikan jiwa supaya di berikan ketenangan dan kesabaran di setiap keinginan ada jalan untuk dilalui.
“Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bum dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al Fath Ayat 4)
Karena Allah menciptakan jiwa manusia dengan dua kecenderungan yakni kepada kefasikan dan ketakwaan. Maka dari itu terkadang ketika manusia ingin melakukan amal baik akan terjadi pertarungan dari dalam hatinya antara yang mengajak kebaikan dan yang mengajak keburukan. Beribadahlah dengan sesunguh-sunguhnya, beribadah jangan hanya untuk melepas kewajiban akan tetapi benar-benar yakin hanya untuk Allah dan mintalah supaya Allah memberikan ridho-Nya untuk setiap langkah yang kita lalui.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka Karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan”. (Yunus Ayat 9)
Setiap orang yang mau berusaha pasti Allah akan memberikan petunjuk dan setiap orang yang beramal sholeh pasti Allah akan memberikan balasan di dunia dan kenikmatan di surga. Keimanan seseorang akan menentukan seberapa jauh ia mengendarai amanah yang diembannya, apakah sesuai dengan perintah Tuhannya.
Intelektual adalah seseorang yang mampu mendidik batin dan lahirnya ke jalan yang benar, suka menolong orang yang tertimpa musibah dan bermanfaat untuk orang lain. Kesalehan intelektual adalah orang yang di berikan tanggung jawab oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini untuk memakmurkannya bukannya merusaknya.
Di dalam jiwa kaum intelektual adalah jiwa yang tenang ia selalu bersabar ketika di berikan musibah, tidak pernah bersedih dan selalu bersyukur dan ikhlas menerima apa adanya (qona’ah) yang di titipkan oleh Allah kepada hambanya.
“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus Ayat 62-63)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”. (Al Mu’minuum Ayat 1)
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama Dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (At Taubah Ayat 88). (Red)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (Ali Imran Ayat 120)
Orang yang beriman mereka yang benar-benar menjalankan semua perintah dan menjahui segala yang di larang serta ia mampu mewujudkan keyakinannya dalam bentuk perbuatan-perbuatan yang ma’ruf, karena orang-orang yang beruntung adalah mereka yang mengerjakan amal salih.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk”. (Al Bayyinah Ayat 7)
Iman berarti berkeyakinan diri dari dalam hati bahwa di dalam kekuatan batin dan jiwanya mengakui Tuhan yang satu, mengucapkan dalam lisan dan mampu mempertanggung jawabkan semua keyakinannya hanya untuk Tuhan yang esa serta mengamalkannya. Dalam menjalankan perbuatan disegala hal yang ia lakukan berkeyakinan bahwa setiap desah nafas dan langkah kaki ada yang mengatur dan dari iman itu bahwa ia selalu di awasi oleh Allah yang maha melihat dan mendengar.
Sesungguhnya iman merupakan prinsip dasar bagi seseorang tak ada yang mendefinisikannya secara benar. Kalau merujuk dari al Qur’an kata iman selalu di persandingkan dengan kata lain semisal: beriman kepada Allah dan hari akhir, berbuat kebaikan, mencegah perbuatan mungkar, beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para nabi, berzakat, mendirikan sholat, menepati janji dll. Mereka itulah yang di sebut orang-orang yang beriman.
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka. (Al Baqarah Ayat 3)
Kesalehan berasal dari kata “Salih” mempunyai arti hal yang baik atau bagus lawan kata dari “fasad” (buruk atau rusak). Menurut pakar linguistik dari Jepang Toshihiko Izutsu, meyatakan hubungan sematik yang menyatukan antara salih dan iman selalu bersama sama dan tak terpisahkan, jadi salih adalah keimanan yang sepenuhnya terwujud dalam perilaku dan sikap lahir dan batin. Jadi pada dasarnya ketika seseorang melaksanakan keyakinannya yang di perintahkan Ilahi Rabbi berarti patut disebut orang yang salih.
“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: "Tunggulah olehmu Sesungguhnya kamipun menunggu (pula)”. (Al An’aam Ayat 158)
Intelektual menurut Gramsci dalam bukunya “Selection From Prison Notebook” (1978) adalah semua manusia adalah intelektual akan tetapi tidak semua manusia di masyarakat memiliki peran dan fungsi intelektual. Sedangkan menurut Julien Benda (1867-1956) dalam karyanya “La Trahison Des Cleres”, mengatakan intelektual dengan kata cendekiawan yaitu orang yang kegiatannya utamanya bukanlah mengejar tujuan praktis, akan tetapi yang mencari kegembiraan dalam mengelola seni, ilmu atau renungan metafisik, merekalah orang yang moralis yang semua kegiatanya melakukan perlawanan terhadap realisme masa.
Lain halnya dengan Edwar W Said dalam bukunya “The Representation Of Intellectual”, merumuskan intelektual sebagai individu yang dikaruniai bakat untuk mempresentasikan pesan, pandangan, sikap atau filsafat kepada publik serta intelektual adalah seseorang yang bertalenta mengkomunikasikan ide emansipatoris dan mencerahkan.
Dari definisi di atas dapat di ambil suatu pemahaman sederhananya, intelektual merupakan orang yang mampu berperan di masyarakat dan mempunyai fungsi untuk memberikan progresifitas untuk menjadi yang terbaik sesuai sikap dan perilaku atas keyakinan yang telah di syariatkan oleh Allah.
Pribadi kesalehan inteletual, jika seseorang di timpa musibah ia mampu menerima dengan lapang dada dan ikhlas menerima keadaan yang diujikan Allah kepada hambanya. Setiap musibah, pasti Allah akan memberikan kenaikan derajat dan dengan musibah itulah dosa seseorang yang yakin di jalannya akan di hapus dan diampuni.
“Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar”. (Al Huud Ayat 11)
Pada dasarnya setiap bencana dan sesuatu yang tidak menyenangkan yang di turunkan oleh Allah, itu bukanlah laknat dan juga bukan murka Allah begitu juga nikmat Allah yang di berikan hambanya. Setiap manusia akan di uji sesuai kemampuan manusia itu sendiri, sebaliknya pula musibah juga di tujukan kepada setiap nabi seperti nabi Ayub yang harus menelan pil pahit karena harus di asingkan gara-gara penyakit kulitnya, Ibrahim yang di baker oleh Firaun, Sulaiman yang harus di sembelih.
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, Kemudian kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (Al An’aam Ayat 42)
Kaum intelektual bukanlah orang yang selalu berfoya-foya dengan kenikmatan, mencari hiburan semata, menjajah orang lain yang tertimpa kesengsaraan, tidak mempunyai sikap menghormati. Semua yang ada di dunia adalah cobaan, wajib bagi kita untuk mengemban amanah ini sebagai titipan yang harus di jaga dengan baik dan memberikan segala sesutu sesuai dengan kiblat yang kita yakini.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al Baqarah Ayat 214)
Simbol kesalehan intelektual jika kesucian spiritual pribadi mampu pada taraf hakekat selalu bermunajat dan merenungi segala perbuatan yang ia lakukan. Manusia merupakan mahluk yang di bekali kekuatan pikiran dan hati. Jika seseorang mampu memposisikan potensinya ia akan hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat, maka janganlah kamu tenggelam pada kekuatan setan yang selalu ada di sekitar kita.
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup”. (Al Alaq Ayat 6-7)
Manusia pada umumnya ketika ia di berikan berupa kenikmatan baik harta, kesehatan, umur ia akan berubah menjadi orang yang sombong (takabur). Mengangap semua yang ia dapatkan adalah hasil kerja kerasnya dan mengangap dirinya yang paling baik. Semua adalah kebodohan jika seseorang hanya terpaku pada materi secara lahirnya saja. Jika seseorang ingin menjadi yang terbaik ia juga harus berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan apa yang ia inginkan dan harapkan.
Maka janganlah merindukan emas jatuh ke bumi, dan selalu bertegang teguhlah pada tali Allah berupa agama Islam yang diridhoi.
.“Untuk kemenangan serupa Ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja”. (Ash Shaaffaat Ayat 61
Pada diri setiap manusia ada kedengkian dan iri hati, seyogyanya marilah kita menjaga diri kita dalam hal kebaikan dan memberikan pendidikan jiwa supaya di berikan ketenangan dan kesabaran di setiap keinginan ada jalan untuk dilalui.
“Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bum dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Al Fath Ayat 4)
Karena Allah menciptakan jiwa manusia dengan dua kecenderungan yakni kepada kefasikan dan ketakwaan. Maka dari itu terkadang ketika manusia ingin melakukan amal baik akan terjadi pertarungan dari dalam hatinya antara yang mengajak kebaikan dan yang mengajak keburukan. Beribadahlah dengan sesunguh-sunguhnya, beribadah jangan hanya untuk melepas kewajiban akan tetapi benar-benar yakin hanya untuk Allah dan mintalah supaya Allah memberikan ridho-Nya untuk setiap langkah yang kita lalui.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka Karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai- sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan”. (Yunus Ayat 9)
Setiap orang yang mau berusaha pasti Allah akan memberikan petunjuk dan setiap orang yang beramal sholeh pasti Allah akan memberikan balasan di dunia dan kenikmatan di surga. Keimanan seseorang akan menentukan seberapa jauh ia mengendarai amanah yang diembannya, apakah sesuai dengan perintah Tuhannya.
Intelektual adalah seseorang yang mampu mendidik batin dan lahirnya ke jalan yang benar, suka menolong orang yang tertimpa musibah dan bermanfaat untuk orang lain. Kesalehan intelektual adalah orang yang di berikan tanggung jawab oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini untuk memakmurkannya bukannya merusaknya.
Di dalam jiwa kaum intelektual adalah jiwa yang tenang ia selalu bersabar ketika di berikan musibah, tidak pernah bersedih dan selalu bersyukur dan ikhlas menerima apa adanya (qona’ah) yang di titipkan oleh Allah kepada hambanya.
“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa”. (Yunus Ayat 62-63)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”. (Al Mu’minuum Ayat 1)
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama Dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung”. (At Taubah Ayat 88). (Red)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !