“Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (Q.S. al-Ahzab: 56).
Apa sebetulnya keistimewaan
dan keunikan ayat tersebut. Dari dhahir ayat ini yang menarik adalah bahwa
Allah memperintahkan orang-orang beriman untuk bershalawat dan Allah sendiri
pun juga bershalawat. Allah yang memerintahkan dan Allah sendiri melakukannya.
Mungkin inilah satu-satunya perintah Allah yang Allah sendiri melakukannya. Di
sini shalawat menjadi sesuatu yang penting.
Untuk mengetahui maksud
shalawat dalam ayat tersebut, perlu mengkaji kata kuncinya yakni shallu
dan sallimu. Kata shallu berasal dari akar kata Shalah. Shalah
artinya "menyebut yang baik", "ucapan-ucapan yang
mengundang kebajikan", "doa" dan "curahan rahmat".
Kata shallu dan sejumlah derivasinya terulang sebanyak 101 kali. Bentuk fi'il
mudhari'nya terulang hanya 5 kali yakni tushalli (9:84), yushallu (4:102),
yushalluna (33:56) dan yushalli (3:39 dan 33:43). Sebagian besar kata shalah
dikaitan dengan perintah menjalankan sholat.
Sedangkan kata sallimu
berasal dari kata salam. Makna dasarnya adalah luput dari kekurangan, kerusakan
dan aib. Kata ini dan derivasinya terulang 152 kali di dalam al-Qur'an.
Sebagian besar mufassir
tidak berbeda pendapat dalam memahami ayat ini. Bentuk shalawat Allah kepada
Rasul berupa limpahan rahmat, keberkahan dan
anugerah Allah kepada Muhammad secara terus menerus. Shalawat Malaikat
kepada Muhammad berupa permohonan agar dipertinggi derajat Muhammad dan
dicurahkan maghfirah (ampunan) atas dirinya. Sedangkan bentuk shalawat
orang-orang mukmin adalah permohonan doa agar Nabi Muhammad selalu terhindar
dari segala aib dan kekurangan. Dan juga menyebut-nyebut keistimewaan dan jasa
beliau untuk dijadikan panutan dalam kehidupan.
Setelah ayat di atas
itu (al-Ahzab:56) turun kepada Nabi Muhammad, kaum Anshar Muhajirin bertanya
kepada Rasul: "Wahai Rasul, itu hanya khusus untukmu, bagaimana dengan
kami?" Allah pun merespon keresahan kaum Anshor dengan menurunkan QS.
al-Ahzab: 43, huwa al-ladzi yushalli 'alaikum wa malaikatuhu liyukhrijakum
min adh-dhulumat ila an-nur wa kana bil mu'minima rahima. Dialah yang
memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya
dia (Muhammad) mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang).
Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.
Imam Bukhari, Muslim
dan ahli hadis lainnya meriwayatkan bahwa para sahabat Nabi, seperti Ka'ab ibn
'Ujrah berkata: "ketika turunnya ayat ini kami bertanya: Wahai Rasul, kami
telah mengetahui salam maka bagaimana shalawat untukmu? Beliau bersabda:
"Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'Ala Ali Muhammad.
Kemudian Para Sahabat
selalu bershalawat kepada Nabi jika teringat segala hal yang berkaitan dengan
diri Rasul. Fatimah binti Husain juga meriwayatkan bahwa merekapun bershalawat
ketika memasuki masjid seperti yang diajarkan oleh Rasul.
Ibn Asyur dalam
tafsirnya At-Tahrir wa at-Tanwir bahwa ayat ini dalam tata gramatikalnya
berbentuk jumlah ismiyah (nominal). Sedangkan dalam kaidah tafsir setiap
kalimat yang berbentuk nominal memiliki faidah menunjukkan dan menguatkan
kebenaran sebuah berita. Sedangkan kata yushalluna yang berbentuk
mudhari' berarti pekerjaan yang terus berulang atau mengalami perubahan (istimrar).
Hal ini menunjukkan agar kaum muslimin memperbanyak membaca shalawat kepadanya.
Rasulullah saw
bersabda: "Siapa yang bershalawat kepadaku satu shalawat niscaya Allah
akan bershalawat kepadanya 10 kali." Ada juga riwayat yang menyatakan
bahwa beliau bertanya kepada para sahabatnya, "Tahukah kalian siapa yang
kikir? Mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Kemudian Beliau
menjawab: "dia adalah yang bershalawat kepadaku tanpa menyebut
keluargaku".
Ibnu Asyur secara
historis juga menjelaskan bahwa penulisan nama Nabi Muhammad Saw pada
muqaddimah (pengantar) kitab baru dikenal pada masa Harun al-Rasyid,
sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Astir dan Qadhi 'Iyyad. Penulisan tersebut
berkembang mulai abad ke IV H.
Imam al-Nawawi
menganjurkan agar penulisan nama Nabi Muhammad Saw harus selalu diikuti dengan
shalawat kepadanya seperti halnya menulis nama Allah selalu diikuti dengan
sifat-Nya seperti Allah azza wa jalla, Allah Ta'ala dan lain-lain, karena hal
tersebut adalah sebagai bentuk doa.
Imam al-Qurthubi dalam
kitab tafsirnya al-Jami li Ahkamil Qur'an menyebutkan hukum bershalawat
kepada Rasulullah Saw. Para ulama bersepakat bahwa bershalawat hukumnya wajib.
Sebab kata shalluu itu berbetuk fi'il amar (perintah). Namun para
ulama berbeda pendapat tentang pengertian pewajibannya yakni: Pertama,
wajib bershalawat setiap mendengar dan membaca nama Rasulullah Saw.
Kedua,
wajib bershalawat sekali dalam sebuah majlis meskipun nama Rasulullah sering
disebut seperti halnya sujud sajdah, menjawab orang bersin, mengawali dan
mengakhiri doa dengan bacaan shalawat. Ketiga, wajib sekali dalam seumur
seperti halnya pelaksanaan haji wajib sekali seumur hidup.
Imam Syafi'i, Ishaq,
Muhammad bin al-Mawaz dan Abu Bakr ibn al-'Arabi dari mazhab Maliki menyatakan
wajib hukumnya membaca shalawat dalam shalat (tahiyat akhir). Bagi yang
meninggalkannya karena sengaja maka batal shalatnya, begitu juga dengan bacaan
khutbah Jumat. Tanpa shalawat kepada Nabi, maka tidak sah khutbah Jumat-nya.
Nilai edukatif shalawat
Apa kegunaan dan fungsi
bacaan shalawat kita kepada Nabi, sedangkan Allah dan para malaikat sudah
menyampaikannya? Allah sendiri juga telah menjamin keselamatan bagi Rasulullah?
Mungkin, di sinilah
sebenarnya letak aspek tarbiyah (edukatif) Allah kepada makhluk-Nya.
Ayat ini mengandung pengertian bahwa doa dan permohonan keselamatan serta
kesejahteraan kepada Nabi bertujuan untuk; Pertama, pengajaran kepada
kita untuk selalu syukur terhadap segala jasanya yang menuntun kita pada jalan
kebenaran seperti yang termuat dalam Q.S. al-Ahzab: 43
Kedua,
menunjukkan keagungan Rasulullah Saw karena Allah tidak memerintahkan
bershalawat kepada nabi-nabi lainnya. Ketiga, mendidik kita agar selalu
bersikap rendah diri dan tidak mengandalkan amal perbuatan untuk meraih surga
karena masuknya hamba ke dalam surga dikarenakan rahmat-Nya bukan akibat
perbuatannya.
Allah juga
memerintahkan Rasulullah untuk mendoakan kaum muslimin karena doanya dapat
menentramkan jiwa mereka (QS. al-Taubah: 103). Bahkan disebutkan dalam sebuah
riwayat dari Umar ibn Khattab bahwa nabi Adam ketika bertaubat setelah
melanggar perintah Allah, taubatnya tidak diterima. Namun setelah ber-tawassul
dengan nama Muhammad, doa dan taubatnya dikabulkan oleh Allah dan Allah
berfirman: "Kalau saja tidak karena Muhammad, niscaya Aku tidak akan
menciptakanmu."
Disyariatkan untuk
saling mendoakan antara satu dengan yang lainnya sebagaimana hadist beliau
bahwa: "Jika seorang muslim mendoakan muslim lainnya, maka Allah mengutus
kepada mereka seorang Malaikat yang ikut
mendoakan: "Semoga Allah mengabulkan permintaannya." Malaikat
tersebutpun mengatakan: "Amin" (Ya Allah kabulkan do'anya) maka
hendaklah kalian juga mengatakan amin."
Walhasil, shalawat atas
nabi Muhammad adalah amalan yang paling mustajab dan begitu besar pengaruhnya
baik ketika manusia masih hidup di dunia, apalagi di akhirat kelak. Salawat
adalah amalan manusia yang juga dilakukan oleh Allah beserta para malaikat dan
para nabi-Nya. Inilah bukti betapa agung dan mulianya kedudukan shalawat.
Salawat adalah jalan
terbaik dalam memohon segala kebutuhan kita kepada Allah Yang Maha Kuasa. Dalam
banyak riwayat, salawat dikatakan dapat menghindarkan pengamalnya dari api
neraka, membukakan pintu surga, melapangkan kehidupan dunia, memupuskan
dosa-dosa serta memberikan banyak manfaat lainnya. Tentunya yang perlu
diperhatikan juga cara bershalawat yang sempurna dan tempatnya agar dapat
merengkuh segenap manfaat dan keberkahan, dengan bersalawat kepada rasul akan
tumbuh rasa cinta kepadanya, ada rasa kehadirannya selalu bersama kita dalam
setiap langkah dan hembusan nafas kita, bersalawatlah niscaya kamu akan
bahagia. Wa Allahu a'lam. (Red)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !